Jumat, 17 Februari 2012

PP NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.    bahwa Undang­Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang­Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan memperluas fungsi Tempat Penimbunan Berikat;
b.   
bahwa dalam rangka meningkatkan investasi, perlu diberikan insentif fiskal di bidang kepabeanan dan perpajakan di Tempat Penimbunan Berikat kepada investor;

c.    
bahwa ketentuan Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 46 ayat (5) Undang­Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang­Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah;

d.    
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16B Undang­Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang­Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang­Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terhadap Tempat Penimbunan Berikat dapat diberikan fasilitas perpajakan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

e.     
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tempat Penimbunan Berikat;


Mengingat : 1.    Pasal 5 ayat (2) Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang­Undang . . .
2.   
Undang­Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang­Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang­Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3.   
Undang­Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang­Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang­Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

4.   
Undang­Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang­Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);


MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.    Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
        2. Gudang . . .
2.   
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang­barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

3.   
Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.

4.   
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.

5.   
Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.

6.   
Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.

7.   
Kawasan Daur Ulang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.

8.   
Dokumen Lingkungan Hidup adalah dokumen yang berisi upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang terdiri dari dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

9.    
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat­tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang­Undang tentang Kepabeanan.

10.    
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

11.    
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

12.    
Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.


  Pasal 2 . . .
Pasal 2
(1)    
Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk:

a.
Gudang Berikat;

b.
Kawasan Berikat;

c.
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;

d.
Toko Bebas Bea;

e.
Tempat Lelang Berikat; atau

f.
Kawasan Daur Ulang Berikat.



(2)    
Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 3

(1)   
Pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat dapat berasal dari:

a.
luar Daerah Pabean;

b.
Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan/atau

c.
tempat lain dalam daerah pabean.



(2)   
Penyerahan jasa kena pajak dalam, ke, atau dari Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang perpajakan.

(3)   
Atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang perpajakan.

Pasal 4

(1)   
Barang dari Tempat Penimbunan Berikat dapat dikeluarkan ke:

a.
luar Daerah Pabean;

b.
Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan/atau

c.
tempat lain dalam daerah pabean.



(2)   
Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.


                     (3) Atas . . .
(3)  Atas  penyerahan  barang  kena  pajak  dari  Tempat 
Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean 
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c,  terutang 
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan 
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 
(4)  Atas penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud 
pada  ayat  (3),  harus  dibuatkan  faktur  pajak  oleh 
pengusaha. 
(5)  Pengeluaran barang  asal  impor  dari  Tempat  Penimbunan 
Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana 
dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c,  berlaku  ketentuan 
kepabeanan di bidang impor. 
(6)  Atas  pengeluaran  barang  asal  impor  sebagaimana 
dimaksud  pada  ayat  (5)  harus  dilakukan  dengan 
menggunakan  pemberitahuan  pabean  impor  yang 
disampaikan oleh pengusaha Tempat Penimbunan Berikat. 

Pasal 5
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab terhadap Bea Masuk dan pajak yang terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya.
BAB II
GUDANG BERIKAT
Bagian Kesatu

Penyelenggaraan dan Pengusahaan
Pasal 6

(1)   
Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.

(2)   
Penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(3)   
Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.

(4)   
Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Gudang Berikat dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.

(5)   
Pengusahaan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

a.
pengusaha Gudang Berikat; atau




b. pengusaha . . .
­6 ­
b.  pengusaha  di  Gudang  Berikat  merangkap  sebagai 
penyelenggara di Gudang Berikat. 
(6)  Pengusaha  Gudang  Berikat  dan  pengusaha  di  Gudang 
Berikat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5)  melakukan 
kegiatan  menimbun  barang  impor  dalam  jangka  waktu 
tertentu. 
(7)  Kegiatan menimbun barang impor sebagaimana dimaksud 
pada  ayat  (6)  dapat  disertai  dengan  1  (satu)  atau  lebih 
kegiatan  berupa  pengemasan,  pengemasan  kembali, 
penyortiran,  penggabungan  (kitting),  pengepakan, 
penyetelan,  dan/atau  pemotongan,  atas  barang­barang 
tertentu  dalam  jangka  waktu  tertentu  untuk  dikeluarkan 
kembali. 
(8)  Pengusaha  Gudang  Berikat  dan  pengusaha  di  Gudang 
Berikat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5)  harus 
berbadan  hukum  Indonesia  dan  berkedudukan  di 
Indonesia. 
Bagian Kedua 
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan 
Pasal 7 
(1)  Barang  yang  dimasukkan  dari  luar  Daerah  Pabean  ke 
Gudang Berikat: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(2)  Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat 
ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau 
rijek: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(3)  Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan 
ayat  (2)  asal  impor  dikeluarkan  ke  tempat  lain  dalam 
daerah  pabean  dengan  tujuan  diimpor  untuk  dipakai, 
pengusaha  Gudang  Berikat  atau  pengusaha  di  Gudang 
Berikat  wajib  melunasi  Bea  Masuk  dan  Pajak  Dalam 
Rangka Impor. 
(4)  Atas  penyerahan barang  dari  Gudang  Berikat  ke  tempat 
lain dalam daerah pabean, pengusaha Gudang Berikat dan 
pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak 
dan  memungut  Pajak  Pertambahan  Nilai  sesuai  dengan 
ketentuan  peraturan  perundang­undangan  di  bidang 
perpajakan.
            (5) Barang . . . 

­7 ­
(5)  Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), 
bukan  merupakan  barang  untuk  dikonsumsi  di  Gudang 
Berikat yang bersangkutan. 
Bagian Ketiga 
Penyelenggara Gudang Berikat 
Pasal 8 
(1)  Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian 
izin  penyelenggara  Gudang  Berikat  untuk  jangka  waktu 
tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. 
(2)  Untuk  mendapatkan  penetapan  tempat  sebagai  Gudang 
Berikat  dan  izin  penyelenggara  Gudang  Berikat 
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  pihak  yang  akan 
menjadi  penyelenggara  Gudang  Berikat  harus  memenuhi 
persyaratan sebagai berikut: 
a.  memiliki  bukti  kepemilikan  atau  penguasaan  suatu 
kawasan,  tempat,  atau  bangunan  yang  mempunyai 
batas­batas  yang jelas,  berikut  peta lokasi/tempat  dan 
rencana  tata  letak/denah yang akan dijadikan Gudang 
Berikat; 
b.  memiliki  Surat  Izin  Tempat  Usaha,  Dokumen 
Lingkungan  Hidup,  dan  izin  lainnya  yang  diperlukan 
dari instansi teknis terkait; dan 
c.  telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai 
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat 
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 
terakhir  bagi  yang  sudah  wajib  menyampaikan  Surat 
Pemberitahuan Tahunan. 
Bagian Keempat 
Pengusaha Gudang Berikat 
Pasal 9 
(1)  Pemberian  izin  pengusaha Gudang  Berikat  untuk  jangka 
waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. 
(2)  Untuk  mendapatkan  izin  pengusaha  Gudang  Berikat 
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  pihak  yang  akan 
menjadi  pengusaha  Gudang  Berikat  harus  memenuhi 
persyaratan sebagai berikut: 
a.  memiliki  bukti  kepemilikan  atau  penguasaan  suatu 
tempat,  atau  bangunan  yang  mempunyai  batas­batas 
yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan  rencana  tata 
letak/denah;
             b. memiliki . . . 

b.   
memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan

c.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Bagian Kelima
Pengusaha di Gudang Berikat
Pasal 10

(1)   
Pemberian izin pengusaha di Gudang Berikat dan penetapan penyelenggara di Gudang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan izin pengusaha di Gudang Berikat dan penetapan penyelenggara di Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha di Gudang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Gudang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;

b.   
memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;

c.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; dan

d.   
mendapat rekomendasi dari penyelenggara Gudang Berikat.




Bagian Keenam
Pengeluaran Barang dari Gudang Berikat
Pasal 11

Barang impor yang ditimbun di Gudang Berikat dapat dikeluarkan untuk:
a.   
mendukung kegiatan industri di Kawasan Berikat dan/atau industri di tempat lain dalam daerah pabean;

    b. dimasukkan . . .

b.   
dimasukkan ke Toko Bebas Bea; atau

c.   
diekspor. BAB III KAWASAN BERIKAT


Bagian Kesatu
Penyelenggaraan dan Pengusahaan

Pasal 12
(1)   
Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat.

(2)   
Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(3)   
Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.

(4)   
Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat.

(5)   
Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

a.   
pengusaha  Kawasan Berikat; atau

b.   
pengusaha di Kawasan Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Berikat.



(6)   
Pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.

(7)   
Pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


Pasal 13 Di dalam lokasi Kawasan Berikat dapat diselenggarakan Gudang Berikat.               Bagian Kedua . . .
­ 10 ­
Bagian Kedua 
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan 
Pasal 14 
(1)  Barang  yang  dimasukkan  dari  luar  Daerah  Pabean  ke 
Kawasan Berikat: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(2)  Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat 
ke Kawasan Berikat: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(3)  Terhadap  pemasukan  barang  dari  Tempat  Penimbunan 
Berikat  ke  Kawasan  Berikat,  pengusaha  Tempat 
Penimbunan  Berikat  wajib  membuat  faktur  pajak  yang 
dibubuhi  cap  Pajak  Pertambahan  Nilai  atau  Pajak 
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
tidak dipungut. 
(4)  Barang  yang  dimasukkan  dari  tempat  lain  dalam  daerah 
pabean  ke  Kawasan  Berikat  tidak  dipungut  Pajak 
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai   dan Pajak 
Penjualan atas Barang Mewah. 
(5)  Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah 
pabean  ke  Kawasan  Berikat,  pengusaha  di  tempat  lain 
dalam  daerah  pabean  wajib  membuat  faktur  pajak  yang 
dibubuhi  cap  Pajak  Pertambahan  Nilai  atau  Pajak 
Pertambahan  Nilai  dan  Pajak  Penjualan  atas  Barang 
Mewah tidak dipungut. 
(6)  Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan 
ayat  (2)  asal  impor  dikeluarkan  ke  tempat  lain  dalam 
daerah  pabean  dengan  tujuan  diimpor  untuk  dipakai, 
pengusaha  Kawasan  Berikat  atau  pengusaha  di  Kawasan 
Berikat  wajib  melunasi  Bea  Masuk  dan  Pajak  Dalam 
Rangka Impor. 
(7)  Atas  penyerahan barang  dari  Kawasan  Berikat  ke  tempat 
lain  dalam  daerah  pabean,  pengusaha  Kawasan  Berikat 
atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib membuat faktur 
pajak  dan  memungut  Pajak  Pertambahan  Nilai  sesuai 
dengan  ketentuan  peraturan  perundang­undangan  di 
bidang perpajakan. 
(8)  Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan 
ayat  (4),  bukan  merupakan barang  untuk  dikonsumsi  di 
Kawasan Berikat yang bersangkutan.
                  Pasal 15 . . . 

­ 11 ­
Pasal 15 
(1)  Barang  impor  berupa  barang  modal  dan  peralatan 
perkantoran  yang  dimasukkan  ke  Kawasan  Berikat 
diberikan  penangguhan  Bea  Masuk  dan  tidak  dipungut 
Pajak Dalam Rangka Impor. 
(2)  Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak 
berlaku terhadap peralatan perkantoran yang habis pakai. 
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria barang modal dan 
peralatan perkantoran yang dapat diberikan penangguhan 
Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor 
sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1)  diatur  dengan  atau 
berdasarkan Peraturan Menteri. 
Bagian Ketiga 
Penyelenggara Kawasan Berikat 
Pasal 16 
(1)  Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan pemberian 
izin  penyelenggara  Kawasan  Berikat  untuk  jangka  waktu 
tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. 
(2)  Untuk  mendapatkan  penetapan  tempat  sebagai  Kawasan 
Berikat  dan  izin  penyelenggara  Kawasan  Berikat 
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  pihak  yang  akan 
menjadi penyelenggara  Kawasan  Berikat  harus  memenuhi 
persyaratan sebagai berikut: 
a.  memiliki  bukti  kepemilikan  atau  penguasaan  suatu 
kawasan,  tempat,  atau  bangunan  yang  mempunyai 
batas­batas  yang  jelas  berikut  peta lokasi/tempat  dan 
rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan 
Berikat; 
b.  berlokasi  di  kawasan  industri  atau  kawasan  budidaya 
yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang 
telah ditetapkan; 
c.  memiliki  Surat  Izin  Tempat  Usaha,  Dokumen 
Lingkungan  Hidup,  dan  izin  lainnya  yang  diperlukan 
dari instansi teknis terkait; dan 
d.  telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai 
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat 
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 
terakhir  bagi  yang  sudah  wajib  menyampaikan  Surat 
Pemberitahuan Tahunan.
       Bagian Keempat . . . 

Bagian Keempat
Pengusaha Kawasan Berikat

Pasal 17
(1)   
Pemberian izin pengusaha Kawasan Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan izin pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha Kawasan Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;

b.   
memiliki Surat Izin Usaha Industri, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan

c.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan  tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.




Bagian Kelima
Pengusaha di Kawasan Berikat

Pasal 18
(1)   
Pemberian izin pengusaha di Kawasan Berikat dan penetapan penyelenggara di Kawasan Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan izin dan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha di Kawasan Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;

b.   
memiliki Surat Izin Usaha Industri, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;


                  c. telah . . .

(7)   
Atas pemasukan kembali barang dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat lainnya atau tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan penangguhan Bea Masuk dan/atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

(8)   
Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang, maka:

a.   
untuk barang asal impor, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan; dan

b.   
atas barang yang tidak dimasukkan kembali ke dalam Kawasan Berikat tempat pengeluaran barang, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang perpajakan.



(9)   
Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengeluaran barang dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 20

(1)   
Pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat dapat mengeluarkan sisa hasil produksi dari proses produksi di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.

(2)   
Sisa hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa limbah bahan berbahaya dan beracun dapat dikeluarkan dari Kawasan Berikat untuk didaur ulang atau dimusnahkan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan­undangan.

(3)   
Sisa hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dikecualikan dari tata niaga impor.


­ 13 ­
c.  telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai 
Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat 
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan   tahun pajak 
terakhir  bagi  yang  sudah  wajib  menyampaikan  Surat 
Pemberitahuan Tahunan; dan 
d.  mendapat  rekomendasi  dari  Penyelenggara  Kawasan 
Berikat. 
Bagian Keenam 
Subkontrak 
Pasal 19 
(1)  Pengusaha  Kawasan  Berikat  dan  pengusaha  di  Kawasan 
Berikat  dapat  mensubkontrakkan  dan/atau  menerima 
pekerjaan  subkontrak  atas  sebagian  dari  kegiatan 
pengolahan  kepada  dan/atau  dari  pengusaha  Kawasan 
Berikat  dan  pengusaha  di  Kawasan  Berikat  lainnya 
dan/atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah 
pabean. 
(2)  Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
tidak  dapat  dilakukan  untuk  pekerjaan  yang  hanya 
merupakan  pekerjaan  pemeriksaan  awal,  penyortiran, 
pemeriksaan akhir, atau pengepakan. 
(3)  Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
harus dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak. 
(4)  Dalam hal pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di 
Kawasan  Berikat  melakukan  penyerahan  pekerjaan 
subkontrak  kepada  perusahaan  industri  di  tempat  lain 
dalam  daerah  pabean,  pengusaha  Kawasan  Berikat  dan 
pengusaha  di  Kawasan  Berikat  harus  menyampaikan 
dokumen  kepabeanan  dan  menyerahkan  jaminan  sesuai 
dengan  ketentuan  peraturan  perundang­undangan  di 
bidang Kepabeanan. 
(5)  Pengeluaran  barang  dari  Kawasan  Berikat  ke  Kawasan 
Berikat  lainnya  atau  tempat  lain  dalam  daerah  pabean 
dalam  rangka  subkontrak  diberikan  untuk  jangka  waktu 
tertentu. 
(6)  Pengeluaran barang sebagaimana  dimaksud  pada ayat (5) 
mendapat  penangguhan  Bea  Masuk  dan/atau  tidak 
dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
                  (7) Atas . . . 

BAB IV TEMPAT PENYELENGGARAAN PAMERAN BERIKAT Bagian Kesatu
Penyelenggaraan dan Pengusahaan 
Pasal 21 
(1)  Di  dalam  Tempat  Penyelenggaraan  Pameran  Berikat 
dilakukan  penyelenggaraan  dan  pengusahaan  Tempat 
Penyelenggaraan Pameran Berikat.

              (2) Tempat . . .

(2)   
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dapat bersifat tetap atau sementara.

(3)   
Penyelenggaraan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(4)   
Penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan penyediaan dan pengelolaan kawasan untuk kegiatan pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat.

Pasal 22

(1)   
Pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap, dilakukan oleh:

a.   
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap; atau

b.   
pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap merangkap sebagai Penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap.



(2)   
Pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sementara, dilakukan oleh pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sementara.

(3)   
Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


Pasal 23
Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) melakukan kegiatan menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan

Pasal  24
(1)   
Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat:

a.    diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
                b. tidak . . .

(9)   
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang bersangkutan.


­ 16 ­
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(2)  Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat 
ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(3)  Terhadap  pemasukan  barang  dari  Tempat  Penimbunan 
Berikat  ke  Tempat  Penyelenggaraan  Pameran  Berikat, 
pengusaha  Tempat  Penimbunan  Berikat  wajib  membuat 
faktur  pajak  yang  dibubuhi  cap  Pajak  Pertambahan  Nilai 
atau  Pajak  Pertambahan  Nilai  dan  Pajak  Penjualan  atas 
Barang Mewah tidak dipungut. 
(4)  Barang  kena  pajak  berupa  barang  pameran  yang 
dimasukkan  dari  tempat  lain  dalam  daerah  pabean  ke 
Tempat Penyelenggaraan  Pameran  Berikat  tidak  dipungut 
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan 
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 
(5)  Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah 
pabean  ke  Tempat  Penyelenggaraan  Pameran  Berikat, 
pengusaha  di  tempat  lain  dalam  daerah  pabean  wajib 
membuat  faktur  pajak  yang  dibubuhi  cap  Pajak 
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai  dan Pajak 
Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. 
(6)  Dalam  hal  barang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4) 
dikeluarkan  kembali  kepada  pengusaha  di  tempat  lain 
dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan 
Pameran  Berikat  atau  pengusaha  di  Tempat 
Penyelenggaraan  Pameran  Berikat  wajib  membuat  faktur 
pajak  dan  atas  penyerahan  barang  tersebut  dikenakan 
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai  dan 
Pajak  Penjualan  atas  Barang  Mewah  sesuai  dengan 
ketentuan  peraturan  perundang­undangan  di  bidang 
perpajakan. 
(7)  Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan 
ayat  (2)  asal  impor  dikeluarkan  ke  tempat  lain  dalam 
daerah  pabean  dengan  tujuan  diimpor  untuk  dipakai, 
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau 
pengusaha  di  Tempat  Penyelenggaraan  Pameran  Berikat, 
wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. 
(8)  Atas  penyerahan  barang  dari  Tempat  Penyelenggaraan 
Pameran  Berikat  ke  tempat  lain  dalam  daerah  pabean, 
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat  atau 
pengusaha  di  Tempat  Penyelenggaraan  Pameran  Berikat 
wajib  membuat  faktur  pajak  dan  memungut  Pajak 
Pertambahan  Nilai  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan 
perundang­undangan di bidang perpajakan.
             (9) Barang . . . 

Bagian Ketiga Penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
Pasal 25
(1)   
Penetapan tempat sebagai Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan pemberian izin penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan penetapan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat tetap, pihak yang akan menjadi penyelenggara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.    
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;

b.    
memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan

c.    
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.



(3)   
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan izin penyelenggaraan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat sementara, pihak yang akan menjadi penyelenggara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 

a.   
memiliki bukti penggunaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat; dan

b.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.




 Bagian Keempat . . .
Bagian Keempat
Pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat

Pasal 26
(1)   
Pemberian izin pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan izin pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki Surat Izin Usaha Pameran, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan

b.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.




Bagian Kelima Pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
Pasal  27
(1)   
Pemberian izin pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan penetapan sebagai penyelenggara di Tempat penyelenggaraan Pameran Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan  Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan izin pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan penetapan sebagai penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha merangkap sebagai penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki Surat Izin Usaha Pameran, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;

                      b. telah . . .

b.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; dan

c.   
mendapat rekomendasi dari penyelenggara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat.




BAB V
TOKO BEBAS BEA
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan dan Pengusahaan

Pasal 28
(1)   
Di dalam Toko Bebas Bea dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Toko Bebas Bea.

(2)   
Penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan Pengusahaan Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus pengusaha Toko Bebas Bea yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


Pasal  29 Toko Bebas Bea dapat berlokasi di:
a.  terminal  keberangkatan  bandar  udara  internasional  di 
kawasan pabean; 
b.  pelabuhan utama di kawasan pabean; 

c.   
tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean;

d.   
pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean; atau

e.   
dalam kota.


Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan

Pasal 30
(1)    Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea:
a.   
diberikan penangguhan Bea Masuk ; dan/atau

b.   
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.


              2. Barang . . .
­ 20 ­


(2)  Barang  yang  dimasukkan  dari  Gudang  Berikat  ke  Toko 
Bebas Bea: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(3)  Terhadap pemasukan barang dari Gudang Berikat ke Toko 
Bebas Bea, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di 
Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi 
cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai 
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. 
(4)  Barang  yang  dimasukkan  dari  tempat  lain  dalam  daerah 
pabean  ke  Toko  Bebas  Bea  tidak  dipungut  Pajak 
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
Penjualan atas Barang Mewah. 
(5)  Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah 
pabean ke Toko Bebas Bea, pengusaha di tempat lain dalam 
daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi 
cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai 
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. 
(6)  Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan 
ayat  (4),  bukan  merupakan barang  untuk  dikonsumsi  di 
Toko Bebas Bea yang bersangkutan. 

Bagian Ketiga Penyelenggara Toko Bebas Bea Sekaligus Pengusaha Toko Bebas Bea
Pasal 31
(1)   
Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus pengusaha Toko Bebas Bea untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus pengusaha Toko Bebas Bea harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Toko Bebas Bea;

        b. memiliki . . .

b.   
memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen Lingkungan Hidup, Surat Izin Usaha Perdagangan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan

c.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.




Pasal 32
(1)   
Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a sampai dengan huruf d dengan tidak dipungut Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka  Impor adalah:

a.   
orang yang bepergian ke luar negeri; atau

b.   
penumpang yang sedang transit di kawasan pabean.



(2)   
Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor adalah:

a.   
anggota korps diplomatik yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia berikut lembaga diplomatik;

b.   
pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada Badan Internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik beserta keluarganya; dan

c.   
turis asing yang akan keluar dari Daerah Pabean.




Pasal 33
Pengusaha Toko Bebas Bea wajib meneliti dan mendata orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea yang diusahakannya.
BAB VI
TEMPAT LELANG BERIKAT
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan dan Pengusahaan

Pasal 34
(1)    Di dalam Tempat Lelang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Tempat Lelang Berikat.
(2) Penyelenggaraan . . .
­ 22 ­
(2)  Penyelenggaraan Tempat Lelang Berikat dan Pengusahaan 
Tempat Lelang  Berikat  sebagaimana  dimaksud  pada ayat 
(1)  dilakukan  oleh  penyelenggara  Tempat  Lelang  Berikat 
sekaligus pengusaha Tempat Lelang Berikat yang berbadan 
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 
Bagian Kedua 
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan 
Pasal 35 
(1)  Barang  yang  dimasukkan  dari  luar  Daerah  Pabean  ke 
Tempat Lelang Berikat: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(2)  Barang  yang  dimasukkan  dari  tempat  lain  dalam  daerah 
pabean  ke  Tempat  Lelang  Berikat  tidak  dipungut  Pajak 
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
Penjualan atas Barang Mewah. 
(3)  Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah 
pabean ke Tempat Lelang Berikat, pengusaha di tempat lain 
dalam  daerah  pabean wajib  membuat  Faktur  Pajak  yang 
dibubuhi  cap  Pajak  Pertambahan  Nilai  atau  Pajak 
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
tidak dipungut. 
(4)  Dalam  hal  barang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) 
dikeluarkan  ke  tempat  lain  dalam  daerah  pabean dengan 
tujuan diimpor  untuk  dipakai, pengusaha Tempat Lelang 
Berikat  wajib  melunasi  Bea  Masuk  dan  Pajak  Dalam 
Rangka Impor. 
(5)  Atas penyerahan barang lelang dari Tempat Lelang Berikat 
ke  tempat  lain  dalam  daerah  pabean, pengusaha Tempat 
Lelang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut 
Pajak  Pertambahan  Nilai  sesuai  dengan  ketentuan 
peraturan perundang­undangan di bidang perpajakan. 
(6)  Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), 
bukan  merupakan  barang  untuk  dikonsumsi  di  Tempat 
Lelang Berikat yang bersangkutan.
         Bagian Ketiga . . . 

Bagian Ketiga
Penyelenggara Tempat Lelang Berikat Sekaligus
Pengusaha Tempat Lelang Berikat

Pasal 36
(1)   
Penetapan tempat sebagai Tempat Lelang Berikat dan pemberian izin penyelenggara Tempat Lelang Berikat sekaligus pengusaha Tempat Lelang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan penetapan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi penyelenggara Tempat Lelang Berikat merangkap sebagai pengusaha Tempat Lelang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.    
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Tempat Lelang Berikat;

b.    
memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen Lingkungan Hidup, Surat Izin Usaha Lelang, dan izin lainnya dari instansi teknis terkait; dan

c.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.




BAB VII
KAWASAN DAUR ULANG BERIKAT
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan dan Pengusahaan

Pasal 37
(1)    Di dalam Kawasan Daur Ulang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat.
  (2) Penyelenggaraan . . .
­ 24 ­
(2)  Penyelenggaraan Kawasan Daur Ulang Berikat sebagaimana 
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  oleh  penyelenggara 
Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  yang  berbadan  hukum 
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 
(3)  Penyelenggara  Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  sebagaimana 
dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan 
dan  mengelola  kawasan  untuk  kegiatan  pengusahaan 
Kawasan Daur Ulang Berikat. 
(4)  Dalam  1  (satu)  penyelenggaraan  Kawasan  Daur  Ulang 
Berikat  dapat  dilakukan  1  (satu)  atau  lebih  pengusahaan 
Kawasan Daur Ulang Berikat. 
(5)  Pengusahaan  Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: 
a.  pengusaha   Kawasan Daur Ulang Berikat; atau 
b.  pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap 
sebagai penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat. 
(6)  Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di 
Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  merangkap  sebagai 
penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat  melakukan 
kegiatan  menimbun  barang  impor  dalam  jangka  waktu 
tertentu  yang di dalamnya dilakukan kegiatan pengolahan 
berupa proses daur ulang limbah asal impor dan/atau asal 
Daerah  Pabean  dengan  mempergunakan  teknologi  yang 
telah disetujui oleh kementerian yang menangani masalah 
lingkungan  hidup  sehingga  menjadi  produk  yang 
mempunyai  nilai  tambah  serta  nilai  ekonomi  yang  lebih 
tinggi. 
(7)  Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di 

Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap penyelenggara di Kawasan Daur Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Bagian Kedua Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan
Pasal 38
sebagai Berikat berbadan
(1)    Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat:
a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
              b. tidak . . .
­ 25 ­


b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(2)  Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat 
ke Kawasan Daur Ulang Berikat: 
a.  diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau 
b.  tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. 
(3)  Terhadap  pemasukan  barang  dari  Tempat  Penimbunan 
Berikat  ke  Kawasan  Daur  Ulang  Berikat,  pengusaha 
Tempat  Penimbunan  Berikat  wajib  membuat  faktur  pajak 
yang  dibubuhi  cap  Pajak  Pertambahan  Nilai  atau  Pajak 
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
tidak dipungut. 
(4)  Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah 
pabean  ke  Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  tidak  dipungut 
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan 
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 
(5)  Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah 
pabean  ke  Kawasan  Daur  Ulang  Berikat,  pengusaha  di 
tempat  lain  dalam  daerah  pabean wajib  membuat  faktur 
pajak dengan dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai  atau 
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang 
Mewah tidak dipungut. 
(6)  Dalam  hal  barang  hasil  produksi  yang  dihasilkan  oleh 
pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di 
Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  dikeluarkan  ke  tempat  lain 
dalam  daerah  pabean  dengan  tujuan  diimpor  untuk 
dipakai,  pengusaha  Kawasan  Daur  Ulang  Berikat  dan 
pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib melunasi 
Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. 
(7)  Atas penyerahan barang dari Kawasan Daur Ulang Berikat 
ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan 
Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang 
Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak 
Pertambahan  Nilai  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan 
perundang­undangan di bidang perpajakan. 
(8)  Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan 
ayat  (4),  bukan  merupakan barang  untuk  dikonsumsi  di 
Kawasan Daur Ulang Berikat yang bersangkutan.
    Bagian Ketiga . . . 

Bagian Ketiga
Penyelenggara Kawasan Daur Ulang Berikat

Pasal 39
(1)   
Penetapan tempat sebagai Kawasan Daur Ulang Berikat dan pemberian izin penyelenggara Kawasan Daur Ulang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2)   
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Kawasan Daur Ulang Berikat dan izin penyelenggara Kawasan Daur Ulang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi penyelenggara Kawasan Daur Ulang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan Daur Ulang Berikat;

b.   
berlokasi di kawasan industri yang ditunjuk khusus untuk daur ulang;

c.   
memiliki Surat Izin Tempat Usaha Daur Ulang, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;

d.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; dan

e.   
mendapat rekomendasi dari menteri yang menangani masalah lingkungan hidup.




Bagian Keempat
Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat

Pasal 40
(1)   
Pemberian izin pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

               (2) Untuk . . .

(2)   
Untuk mendapatkan izin pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;

b.   
memiliki Dokumen Lingkungan Hidup, surat izin usaha industri daur ulang, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;

c.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;

d.   
mendapat rekomendasi dari menteri yang menangani masalah lingkungan hidup;

e.   
merupakan importir produsen limbah non bahan berbahaya dan beracun (B3); dan

f.   
pernyataan tertulis dari pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat yang menyatakan kesediaan untuk mengekspor kembali bahan berupa limbah dalam hal limbah tersebut tidak diolah dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan atau izin pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dicabut.




Bagian Kelima
Pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat

Pasal  41
(1)   
Pemberian izin pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat dan penetapan penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

    (2) Untuk . . .

(2)   
Untuk mendapatkan izin pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat dan penetapan penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.   
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas­batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan Daur Ulang Berikat;

b.   
berlokasi di kawasan industri yang ditunjuk khusus untuk daur ulang;

c.   
memiliki Surat Izin Tempat Usaha Daur Ulang, Surat Izin Usaha Industri Daur Ulang, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;

d.   
telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;

e.   
mendapat rekomendasi dari menteri yang menangani masalah lingkungan hidup;

f.   
memiliki bukti sebagai importir produsen limbah non bahan berbahaya dan beracun (B3); dan

g.   
pernyataan tertulis dari pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat yang menyatakan kesediaan untuk mengekspor kembali bahan berupa limbah dalam hal limbah tersebut tidak diolah dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan atau izin pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat dicabut.




Bagian Keenam Ketentuan Khusus
Pasal 42
(1)   
Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat harus mengolah bahan baku berupa limbah non bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dimasukkan ke Kawasan Daur Ulang Berikat yang dikelolanya dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemasukan.

            (2) Kriteria . . .

(2)   
Kriteria bahan baku berupa limbah non bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a.   
limbah padat yang tersortir;

b.
bukan limbah bahan berbahaya dan beracun;

c.   
bukan sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga atau sejenis sampah rumah tangga atau sampah spesifik;

d.   
tidak berbentuk cair, debu, lumpur, pasta, sludge, dan tidak terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun; dan

e.   
limbah yang telah dipotong, dihancurkan atau diubah dalam bentuk yang ramah lingkungan.



(3)   
Pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib melakukan pengendalian pencemaran lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang lingkungan hidup.

(4)    
Dalam hal kegiatan pengolahan menghasilkan limbah lain maka pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib mengelola


lebih  lanjut  limbah  yang  dihasilkannya  sesuai  dengan 
ketentuan  peraturan  perundang­undangan  di  bidang 
lingkungan hidup. 

BAB VIII PEMBEKUAN, PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN IZIN
Pasal 43
(1)   
Izin penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat dibekukan dalam hal pihak yang melakukan penyelenggaraan:

a.    
melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau

b.   
menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat.



(2)   
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat:

a.    
tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; atau

                  b. telah . . .

b.    
telah mampu kembali menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat.



(3)   
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat:

a.   
terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; atau

b.   
tidak mampu lagi menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.




Pasal  44
(1)     
Izin pengusahaan di Tempat Penimbunan Berikat dibekukan dalam hal pihak yang melakukan pengusahaan:

a.    
melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau

b.   
menunjukkan ketidakmampuan dalam pengusahaan di Tempat Penimbunan Berikat.



(2)   
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal pengusaha di Tempat Penimbunan Berikat:

a.    
tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; atau

b.    
telah mampu kembali melakukan pengusahaan di Tempat Penimbunan Berikat.



(3)   
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal pengusaha di Tempat Penimbunan Berikat:

a.   
terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; atau

b.    
tidak mampu lagi melakukan pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.




Pasal 45
Penetapan Tempat Penimbunan Berikat dan izin penyelenggaraan atau pengusahaan di Tempat Penimbunan Berikat dicabut dalam hal penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat:
a.   
tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;

         b. dinyatakan . . .

b.   
dinyatakan pailit;

c.   
izin usaha yang dimilikinya tidak berlaku lagi;

d.    
bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau

e.   
mengajukan permohonan pencabutan.


Pasal  46
(1)   
Dalam hal izin Tempat Penimbunan Berikat dicabut, penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin harus:

a.   
melunasi semua Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang;

b.    
mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat; atau

c.    
memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.



(2)   
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilampaui maka atas barang yang berada di Tempat Penimbunan Berikat dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 47
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.   
Izin sebagai Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Toko Bebas Bea, dan Entrepot Tujuan Pameran yang tidak ditetapkan jangka waktunya, masih tetap berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

2.   
Izin sebagai Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Toko Bebas Bea, dan Entrepot Tujuan Pameran yang telah ditetapkan jangka waktu izinnya, berlaku sampai dengan berakhirnya izin tersebut.


          3. Entrepot . . .
3.    Entrepot Tujuan Pameran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, dalam Peraturan Pemerintah ini disebut dengan Tempat Penyelenggaraaan Pameran Berikat.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48
(1)   
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian, penyelenggaraan, dan pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

(2)   
Ketentuan mengenai tata cara pendirian, pengawasan, dan pelayanan Tempat Penimbunan Berikat diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.


Pasal  49
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.   
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2.   
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang Gudang Berikat, Kawasan Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran dan Toko Bebas Bea, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


Pasal  50
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diundangkan.
                    Agar . . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA              REPUBLIK INDONESIA,
ttd
                 ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 61
Salinansesuaidenganaslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
     Kepala Biro Peraturan Perundang­undangan
             Bidang Perekonomian dan Industri,

                    SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
I. UMUM
Dalam era globalisasi perdagangan dunia sekarang ini, persaingan untuk mendapatkan pasar bagi produk industri bukan minyak dan gas bumi sedemikian ketatnya. Oleh karena itu daya saing produk ekspor Indonesia perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu/kualitas barang, memperlancar arus keluar masuknya barang ke dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam mendukung pemasarannya. Peningkatan mutu barang dan efisiensi proses produksi tersebut dapat lebih dipacu apabila persediaan bahan baku bagi kebutuhan industri dalam negeri tersedia tepat waktu dan produk yang dihasilkan belum dibebani dengan kewajiban kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Pemerintah berkomitmen untuk memberikan berbagai macam fasilitas yang lebih mendukung terciptanya iklim investasi yang semakin kondusif agar investor lebih berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja yang semakin luas yang pada akhirnya akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Selain itu diharapkan pula para investor akan lebih terangsang untuk melakukan kegiatan bisnisnya secara terpadu dan dapat lebih bersaing di pasar internasional atas produk industri yang mereka hasilkan. Pemberian fasilitas tersebut diantaranya adalah kemudahan di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan secara internasional dan praktik kenegaraan juga diberikan kepada para anggota korps diplomatik dan lembaga internasional secara timbal balik, serta kepada mereka yang akan berangkat ke luar negeri yang membeli barang dalam batas nilai tertentu.
Praktik pemberian fasilitas sebagaimana tersebut di atas, dilaksanakan dengan membentuk suatu Tempat Penimbunan Berikat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
      II. PASAL . . .
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah pengawasan atas keluar masuknya barang dari dan ke Tempat Penimbunan Berikat, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan. Pengawasan dilakukan dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.
Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) Yang dimaksud dengan “ketentuan kepabeanan di bidang impor” adalah mengenai ketentuan kepabeanan serta ketentuan larangan dan  pembatasan.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 5
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat terdiri atas:

a.   
pengusaha Gudang Berikat dan pengusaha di Gudang Berikat;

b.   
pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan Berikat;

c.   
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat dan pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;

d.   
pengusaha Toko Bebas Bea;

e.   
pengusaha Tempat Lelang Berikat; dan

f. pengusaha . . .

f.   
pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat.


Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Huruf a Dalam hal pengusahaan Gudang Berikat dilakukan oleh 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha  Gudang Berikat.
Huruf b Dalam hal pengusahaan Gudang Berikat dilakukan lebih dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha di Gudang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Gudang Berikat.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas.
             Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 11
Huruf a Yang dimaksud dengan ”industri di tempat lain dalam daerah pabean” antara lain industri manufaktur, industri pertambangan, industri alat berat, dan industri jasa perminyakan.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Huruf a Dalam hal pengusahaan Kawasan Berikat dilakukan oleh 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha  Kawasan Berikat.
Huruf b Dalam hal pengusahaan Kawasan Berikat dilakukan lebih dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha di Kawasan Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Berikat.
      Ayat (6) . . .
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7) Yang dimaksud dengan “barang” termasuk sisa hasil produksi dari proses produksi di Kawasan Berikat. 
Ayat (8)
Cukup jelas.

              Pasal 15 . . .
Pasal 15
Ayat (1) Pengusaha yang telah mendapatkan izin sebagai penyelenggara Kawasan Berikat, pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau pengusaha di Kawasan Berikat dapat diberi fasilitas penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dan peralatan perkantoran yang semata­mata dipakai di Tempat Penimbunan Berikat yang bersangkutan. Termasuk dalam pengertian barang modal adalah peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat.
Ayat (2) Yang termasuk dalam peralatan perkantoran yang habis pakai antara lain kertas, tinta, pita mesin tik/printer, dan disket.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
              Huruf c . . .
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Kewajiban untuk membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai timbul karena barang tersebut dianggap telah diserahkan kepada pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean.
              Ayat (9) . . .
Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1) Pada dasarnya pengusaha Kawasan Berikat dan pengusaha di Kawasan Berikat dapat mengeluarkan sisa hasil produksi/limbah (waste/scrap) ke tempat lain dalam daerah pabean dengan pertimbangan sisa hasil produksi/limbah (waste/scrap)merupakan sisa yang dihasilkan dari proses produksi yang terjadi di dalam Kawasan Berikat di wilayah Indonesia dan bukan merupakan sisa hasil produksi/limbah (waste/scrap)yang diimpor langsung dari luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Ayat (1)
Huruf a Dalam hal pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap, dilakukan oleh 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap.
Huruf b Dalam hal pengusahaan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap, dilakukan lebih dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap merangkap sebagai Penyelenggara di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 23 Cukup jelas.
                 Pasal 24 . . .
Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
                Huruf c . . .
Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal  27 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

                      Ayat (3) . . .
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal  34 Cukup jelas.
              Pasal 35 . . .
Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

                 Ayat (5) . . .
Ayat (5)
Huruf a Dalam hal pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat dilakukan oleh 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat.
Huruf b Dalam hal pengusahaan Kawasan Daur Ulang Berikat dilakukan lebih dari 1 (satu) badan hukum, pihak yang melakukan pengusahaan disebut pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Kawasan Daur Ulang Berikat.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) Yang dimaksud dengan “cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut” adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

         Ayat (8) . . .
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Yang dimaksud dengan “batas­batas yang jelas” adalah batas yang berupa tembok yang memisahkan antara Kawasan Daur Ulang Berikat dengan bangunan, tempat, atau kawasan lain di luar Kawasan Daur Ulang Berikat.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

            Pasal 41 . . .
Pasal  41 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c Yang dimaksud dengan ”izin lainnya” antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.
Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a yang dimaksud dengan ”tersortir” adalah limbah yang digunakan sebagai bahan baku yang tidak tercampur dengan jenis limbah lain dengan impuritis maksimal 3% (tiga perseratus) yang dibuktikan dengan sertifikasi surveyor dari negara asal. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Dalam hal kegiatan pengolahan menghasilkan limbah lain yang tidak dapat diolah, dinetralkan, atau ditangani oleh pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat atau pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat, izin Kawasan Daur Ulang Berikat dicabut dan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan di bidang lingkungan hidup.
   Pasal 43 . . .
Pasal 43 Ayat (1)
Huruf a Pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Tempat Penimbunan Berikat yang bersangkutan. Dengan pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat maka penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat tidak diperkenankan untuk memasukkan barang ke Tempat Penimbunan Berikat, sedangkan atas kegiatan yang dilakukan atau ada di dalam Tempat Penimbunan Berikat masih tetap diizinkan dan barang hasil kegiatan dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.
Kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan antara lain:
a.   
pengusaha Kawasan berikat memasukkan bahan baku yang tidak sejenis dengan jenis bahan baku yang digunakan untuk produksinya (misalnya perusahaan elektronik memasukkan suku cadang kendaraan bermotor);

b.   
pengusaha Gudang Berikat menimbun barang asal tempat lain dalam daerah pabean;

c.   
pengusaha Toko Bebas Bea menjual barang kepada orang yang tidak berhak membeli di Toko Bebas Bea;

d.   
pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat melakukan kegiatan lain selain kegiatan pameran internasional di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;

e.   
pengusaha Tempat Lelang Berikat melakukan kegiatan lain selain kegiatan lelang internasional di Tempat Lelang Berikat; atau

f.   
pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat menimbun bahan baku berupa limbah di dalam Kawasan Daur Ulang Berikat melebihi batas waktu yang telah ditentukan.


Huruf b Ketidakmampuan dalam penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat antara lain seperti penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat tidak menyelenggarakan pembukuan dalam seluruh kegiatannya atau Tempat Penimbunan Berikat tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus atau penyelenggara dan/atau pengusaha tidak melunasi utangnya.
 Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b Yang dimaksud dengan “tidak mampu” adalah pengusaha dinilai tidak mampu menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat berdasarkan hasil audit Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat Penimbunan Berikat.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45 Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d Yang dimaksud dengan “tidak jujur” antara lain menyalahgunakan fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan.
Huruf e Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1)
Huruf a Yang dimaksud dengan “Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang” adalah semua utang yang timbul akibat pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat baik berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit kepabeanan maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

                         Ayat (2) . . .
­ 18 ­
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4998

Pasal 48

Pasal 49

Pasal 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar